Tuesday, September 29, 2009

::PERMASALAHAN-PERMASALAHAN PUASA SYAWAL

Hukum dalam puasa Sunnah 6 hari bulan Syawal
Penulis: Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah lil Buhuts wal Ifta'

Dalil-dalil tentang Puasa Syawal

Dari Abu Ayyub radhiyallahu anhu:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Siapa yang berpuasa Ramadhan dan melanjutkannya dengan 6 hari pada Syawal, maka itulah puasa seumur hidup'." [Riwayat Muslim 1984, Ahmad 5/417, Abu Dawud 2433, At-Tirmidzi 1164]

Hukum Puasa Syawal


Hukumnya adalah sunnah: "Ini adalah hadits shahih yang menunjukkan bahwa berpuasa 6 hari pada Syawal adalah sunnah. Asy-Syafi'i, Ahmad dan banyak ulama terkemuka mengikutinya. Tidaklah benar untuk menolak hadits ini dengan alasan-alasan yang dikemukakan beberapa ulama dalam memakruhkan puasa ini, seperti; khawatir orang yang tidak tahu menganggap ini bagian dari Ramadhan, atau khawatir manusia akan menganggap ini wajib, atau karena dia tidak mendengar bahwa ulama salaf biasa berpuasa dalam Syawal, karena semua ini adalah perkiraan-perkiraan, yang tidak bisa digunakan untuk menolak Sunnah yang shahih. Jika sesuatu telah diketahui, maka menjadi bukti bagi yang tidak mengetahui."
[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/389]

Hal-hal yang berkaitan dengannya adalah:
1. Tidak harus dilaksanakan berurutan.
"Hari-hari ini (berpuasa syawal-) tidak harus dilakukan langsung setelah ramadhan. Boleh melakukannya satu hari atau lebih setelah 'Id, dan mereka boleh menjalankannya secara berurutan atau terpisah selama bulan Syawal, apapun yang lebih mudah bagi seseorang. ... dan ini (hukumnya-) tidaklah wajib, melainkan sunnah."
[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/391]

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
"Shahabat-shahabat kami berkata: adalah mustahab untuk berpuasa 6 hari Syawal. Dari hadits ini mereka berkata: Sunnah mustahabah melakukannya secara berurutan pada awal-awal Syawal, tapi jika seseorang memisahkannya atau menunda pelaksanaannya hingga akhir Syawal, ini juga diperbolehkan, karena dia masih berada pada makna umum dari hadits tersebut. Kami tidak berbeda pendapat mengenai masalah ini dan inilah juga pendapat Ahmad dan Abu Dawud." [Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab]

Bagaimanapun juga bersegera adalah lebih baik: Berkata Musa: 'Itulah mereka telah menyusul aku. Dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Rabbi, supaya Engkau ridho kepadaku. [QS Thoha: 84]

2. Tidak boleh dilakukan jika masih tertinggal dalam Ramadhan

"Jika seseorang tertinggal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus berpuasa terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkannya dengan 6 hari puasa Syawal, karena dia tidak bisa melanjutkan puasa Ramadhan dengan 6 hari puasa Syawal, kecuali dia telah menyempurnakan Ramadhan-nya terlebih dahulu."

[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/392]

Tanya : Bagaimana kedudukan orang yang berpuasa enam hari di bulan syawal padahal punya qadla(mengganti) Ramadhan ?

Jawab : Dasar puasa enam hari syawal adalah hadits berikut

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan lalu mengikutinya dengan enam hari Syawal maka ia laksana mengerjakan puasa satu tahun."

Jika seseorang punya kewajiban qadla puasa lalu berpuasa enam hari padahal ia punya kewajiban qadla enam hari maka puasa syawalnya tak berpahala kecuali telah mengqadla ramadlannya (Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin)


Hukum mengqadha enam hari puasa Syawal

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Seorang wanita sudah terbiasa menjalankan puasa enam hari di bulan Syawal setiap tahun, pada suatu tahun ia mengalami nifas karena melahirkan pada permulaan Ramadhan dan belum mendapat kesucian dari nifasnya itu kecuali setelah habisnya bulan Ramadhan, setelah mendapat kesucian ia mengqadha puasa Ramadhan. Apakah diharuskan baginya untuk mengqadha puasa Syawal yang enam hari itu setelah mengqadha puasa Ramadhan walau puasa Syawal itu dikerjakan bukan pada bulan Syawal ? Ataukah puasa Syawal itu tidak harus diqadha kecuali mengqadha puasa Ramadhan saja dan apakah puasa enam hari Syawal diharuskan terus menerus atau tidak ?

Jawaban
Puasa enam hari di bulan Syawal, sunat hukumnya dan bukan wajib berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan kemudian disusul dengan puasa enam hari di bulan Syawal maka puasanya itu bagaikan puasa sepanjang tahun" [Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya]

Hadits ini menunjukkan bahwa puasa enam hari itu boleh dilakukan secara berurutan ataupun tidak berurutan, karena ungkapan hadits itu bersifat mutlak, akan tetapi bersegera melaksanakan puasa enam hari itu adalah lebih utama berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (yang artinya) : "..Dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Rabbku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)" [Thaha : 84]

Juga berdasarakan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah yang menunjukkan kutamaan bersegera dan berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Tidak diwajibkan untuk melaksanakan puasa Syawal secara terus menerus akan tetapi hal itu adalah lebih utama berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya) : "Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus dikerjakan walaupun sedikit"

Tidak disyari'atkan untuk mengqadha puasa Syawal setelah habis bulan Syawal, karena puasa tersebut adalah puasa sunnat, baik puasa itu terlewat dengan atau tanpa udzur.

Mengqadha enam hari puasa Ramadhan di bulan Syawal, apakah mendapat pahala puasa Syawal enam hari

Pertanyaan
Syaikh Abduillah bin Jibrin ditanya : Jika seorang wanita berpuasa enam hari di bulan Syawal untuk mengqadha puasa Ramadhan, apakah ia mendapat pahala puasa enam hari Syawal ?

Jawaban
Disebutkan dalam riwayat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda (yang artinya) : "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari bulan Syawal maka seakan-akan ia berpuasa setahun"
Hadits ini menunjukkan bahwa diwajibkannya menyempurnakan puasa Ramadhan yang merupakan puasa wajib kemudian ditambah dengan puasa enam hari di bulan Syawal yang merupakan puasa sunnah untuk mendapatkan pahala puasa setahun. Dalam hadits lain disebutkan (yang artinya) : "Puasa Ramadhan sama dengan sepuluh bulan dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan dua bulan"

Yang berarti bahwa satu kebaikan mendapat sepuluh kebaikan, maka berdasarkan hadits ini barangsiapa yang tidak menyempurnakan puasa Ramadhan dikarenakan sakit, atau karena perjalanan atau karena haidh, atau karena nifas maka hendaknya ia menyempurnakan puasa Ramadhan itu dengan mendahulukan qadhanya dari pada puasa sunnat, termasuk puasa enam hari Syawal atau puasa sunat lainnya. Jika telah menyempurnakan qadha puasa Ramadhan, baru disyariatkan untuk melaksanakan puasa enam hari Syawal agar bisa mendapatkan pahala atau kebaikan yang dimaksud. Dengan demikian puasa qadha yang ia lakukan itu tidak bersetatus sebagai puasa sunnat Syawal.

Apakah suami berhak untuk melarang istrinya berpuasa Syawal

Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Apakah saya berhak untuk melarang istri saya jika ia hendak melakukan puasa sunat seperti puasa enam hari Syawal ? Dan apakah perbuatan saya itu berdosa ?

Jawaban
Ada nash yang melarang seorang wanita untuk berpuasa sunat saat suaminya hadir di sisinya (tidak berpergian/safar) kecuali dengan izin suaminya, hal ini untuk tidak menghalangi kebutuhan biologisnya. Dan seandainya wanita itu berpuasa tanpa seizin suaminya maka boleh bagi suaminya untuk membatalkan puasa istrinya itu jika suaminyta ingin mencampurinya. Jika suaminya itu tidak membutuhkan hajat biologis kepada istrinya, maka makruh hukumnya bagi sang suami untuk melarang istrinya berpuasa jika puasa itu tidak membahayakan diri istrinya atau menyulitkan istrinya dalam mengasuh atau menyusui anaknya, baik itu berupa puasa Syawal yang enam hari itu ataupun puasa-puasa sunnat lainnya.

Hukum puasa sunnah bagi wanita bersuami

Pertanyaan
Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : Bagaimanakah hukum puasa sunat bagi wanita yang telah bersuami ?

Jawaban
Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa sunat jika suaminya hadir (tidak musafir) kecuali dengan seizinnya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : "Tidak halal bagi seorang wanita unruk berpuasa saat suminya bersamanya kecuali dengan seizinnya" dalam riwayat lain disebutkan : "kecuali puasa Ramadhan"
Adapun jika sang suami memperkenankannya untuk berpuasa sunat, atau suaminya sedang tidak hadir (bepergian), atau wanita itu tidak bersuami, maka dibolehkan baginya menjalankan puasa sunat, terutama pada hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa sunat yaitu : Puasa hari Senin dan Kamis, puasa tiga hari dalam setiap bulan, puasa enam hari di bulan Syawal, puasa pada sepuluh hari di bulan Dzulhijjah dan di hari 'Arafah, puasa 'Asyura serta puasa sehari sebelum atau setelahnya.

(Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Amin bin Yahya Al-Wazan)

Sunday, September 27, 2009

:: Keperluan Ikhtilat


Apakah itu ikhtilat? Adakah lelaki langsung tidak memandang wanita dengan menundukkan pandangan sehingga hampir terlanggar tiang? Ketika berprogram, adakah harus diasingkan antara lelaki dengan perempuan supaya terjaga? Allah Maha Bijaksana menjadikan makhluk berpasang-pasang; lelaki dan wanita, bumi dan langit, siang dan malam, syaitan dan malaikat, gunung dan lembah, matahari dan bulan, begitulah seterusnya. Banyak hikmah dalam kejadian alam yang perlu direnung dan dijadikan bukti keagungan Allah. Satu contoh dalam kejadian manusia, Allah jadikan wanita bersifat lembut dengan nisbah 9/10 malu dan 1/10 akal, manakala lelaki 9/10 akal dan 1/10 malu.

Atas kelebihan akal inilah, Allah menjadikan kaum lelaki penjaga bagi kaum wanita. Begitu juga dalam apa jua masalah, Allah menyamakan 2 wanita dengan 1 lelaki; contohnya dalam hal penyaksian.Walaupun kurang berakal, namun wanita ada sifat malu. Kerana ada malulah, wanita dipandang mulia. Kalaulah wanita tiada malu, habislah dunia ini. Begitu juga lelaki, meskipun kurang malu namun mereka mempunyai akal yang dapat memikirkan kesan dan sebab-akibat sesuatu perkara. Kalaulah lelaki tiada akal, dunia akan jadi kucar-kacir. Begitulah kebijaksanaan Allah untuk menjaga keharmonian alam.

Namun apa dah jadi pada masa ini. Wanita sudah tidak ada perasaan malu lagi; bebas bergaul tanpa batas, bebas keluar hingga larut malam. Manakala lelaki pula sudah tidak menggunakan akal lagi malah merosakkannya pula. Fikirkanlah kesan buruk yang akan menimpa masyarakat jika fitrah kejadian ini sudah diabaikan.

Saya menyarankan ikhtilat adalah baik lelaki atau wanita, masing-masing tidak melayan perasaan sehingga menghanyutkan diri. Mereka jadi tidak tenang dan gusar, tidak melakukan apa-apa gerak kerja, ataupun jika dilakukan itu pun kerana si dia. Si lelaki tidak akan berjalan berdekatan si wanita, begitu juga tidak akan berjalan belakang si wanita. Ini sangat pantang. Jika mahu berjalan bersebelahan sekalipun, ia mesti dalam jarak yang jauh untuk menjaga perasaan. Si wanita tidak akan keterlaluan dalam melembutkan suara sehingga mampu menggoda dan meransang, dan tidak menunjukkan aksi-aksi yang boleh menimbulkan rasa yang kurang baik dalam hati wanita.

Kedua-duanya tidak akan tenggelam dalam percintaan sehingga bahasa SAYANG menguasai menyebabkan hidup tidak tenang dan tenteram. Ikhtilat dengan tidak berada berdekatan seperti berhadapan dengan secara dekat semasa mengadakan mesyuarat apatah lagi berpegangan tangan dan berjalan di waktu malam. Ikhtilat adalah SAD ZARAIE, satu kaedah pencegahan sebelum berlaku sesuatu yang tidak diingini berdasarkan slogan JANGAN SEKALI KAMU DEKATI ZINA.

Kenapa perlu si lelaki sentiasa bertemu si wanita atas alasan rindu dan sayang seolah-olah mereka tidak punya masa untuk mencurahkan rindu kepada Tuhan yang Maha Esa dan untuk perjuangan. Kenapa dihabiskan duit si dia terlalu banyak sedangkan duit untuk perjuangan langsung tidak dihulurkan. Saya mengingatkan kepada yang asyik bercinta. Bercinta harus, tetapi lemas haram. Bercinta harus, tetapi sekiranya anda makin hilang fungsi sebagai hamba, maka ia haram. Berhubungan dengan wanita, atau dengan lelaki, adalah dengan tujuan untuk saling lengkap-melengkapi dan untuk memudahkan urusan. Jika magnet itu teransang, maka salurlah dengan cara yang paling baik – yakni kahwin. Wanita yang sepatutnya malu dah tiada malu lagi; lelaki yang sepatutnya berakal dah hilangkan akal mereka.


sumber-iluvislam.com



Thursday, September 17, 2009

:: selamat menyambut lebaran ^^ ~



bismillahirrahmanirrahim...

alhmdulillah, syukur ke hadrat Ilahi kerana dengan limpah kurniaNya diri ini masih lagi sihat walafiat.. di harap juga keluarga yang tercinta yang berada di kampung juga alhamdulillah sihat hendaknya.. insyaALLAH.. ya ALLAH.. lamanya ana x'update' blog usang ana ini.. sangat sibuk.. haih~ walaubagaimanapun, sykran buat sahabat sahabiah yang masih lagi sudi mampir/berkunjung ke blog usang ana ini.. sykran ya ^^.. masa berlalu begitu cepat.. ana terasa yang baru je minggu lepas ramadhan bermula... pejam celik, pejam celik.. sekejap ja masa berlalu...
banyak perkara yang berlaku sepanjang bulan ramadhan ya barokah ini.. banyak!! moga ianya menjadi pengajaran dan iktibar bagi ana.. insyaALLAH... insyaALLAH, jika punya kesempatan ana akan masukkan nanti dalam blog usang ana ini.. dikesempatan ini, ana ingin pohon maaf kepada sahabat dan sahabiah sekalian jika selama kita berhubung di "alam maya" ini ana telah melakukan khilaf terhadap kalian.. asif ya teman-teman.. ^^ ana harap ukhuwwah yang terjalin akan kekal dan diberkatinya selagi hayat kita masih ada.. amin~ insyaALLAH... selamat menyambut lebaran semua !!^^

~ malam ini ana akn pulang ke kampung.. xsabar rasanya mahu bersama dengan keluarga yang tercinta ^_^

k, ilalliQa' insyaALLAH ~